29 Agustus 2010
Baca: Matius 13:1–23
Alkitab dalam setahun: 2 Raja-raja 12–14
Mungkin agak jarang kita membaca perikop mengenai perumpamaan seorang penabur dari kacamata yang berbeda, yaitu personalitas totalitas. Di ay. 13 ada kata "melihat, mendengar dan mengerti". Di ay. 19, ada kata "hati orang; mengertinya". Di ay. 23 ada kata "mendengar, mengerti, berbuah".
Seperti kita ketahui tentang adanya roh, jiwa dan tubuh (1Tes. 5:23) dan terdapatnya pikiran, perasaan dan kehendak dalam jiwa kita, itulah yang disebut dengan personalitas totalitas. Sebenarnya seseorang mengenal Tuhan melalui pikirannya dahulu, atau hatinya yang dijamah oleh Tuhan baru kemudian dia berpikir dan bertindak? Lalu di mana peran Roh Kudus jika demikian?
Otak manusia memiliki dua bagian besar. Di bagian kanan, ada 2 bagian yaitu original brain yang menangkap kesan visual dan limbic system yang merupakan kendali emosi dan perasaan. Sementara otak kiri atau neocortex berfungsi mengartikan suatu stimulasi. Berarti sebenarnya perasaan dan segala hal yang berkaitan dengan emosi letaknya juga di otak kita—bukan di hati, jadi bagaimana bisa nyambung dengan hati kita? Hati, pikiran, nyawa, roh—semua itu seakan-akan rancu.
Kesimpulannya adalah, jangan kita pisahkan unsur jiwa secara telak, sebab manusia adalah personalitas totalitas. Sejak lahir, kita sudah mempunyai jiwa dengan perasaan kemampuan berpikir dan bertindak, dan kehendak, tetapi belum lengkap. Kita sudah mempunyai roh yang merupakan milik-Nya. Kita harus mendengar Firman Tuhan dengan telinga kita, mencernanya di dalam pikiran kita, dengan rendah hati dan tulus memasukkan ke dalam hati untuk menjadi milik yang kekal dalam hidup kita. Kebenaran Firman akan merubah pola pikir kita, mempengaruhi tindakan kita dan menentukan kemana perasaan kita berpihak. Dan untuk mengenal dan mengerti Firman, di situlah Roh Kudus berperan memimpin dan menuntun kita.
Adalah bijaksana bila kita menyadari bahwa manusia adalah makhluk yang paling kompleks yang telah Tuhan ciptakan. Yang diinginkan Tuhan pada akhirnya cuma satu, yaitu agar kita bisa hidup kekal bersama-sama dengan Dia. Jadi perhatikanlah penghujung hidup kita, jangan terlalu dalam memusingkan dari mana kita akan mengenal Tuhan, sebab kita ini personalitas totalitas. Mata, telinga, pikiran, perasaan, hati dan seluruh unsur hidup kitalah yang memengaruhi penghujung akhir hidup kita, bertemu Tuhan di surga, atau tidak. Bertindaklah bijaksana mulai dari sekarang.
Sebagai makhluk personalitas totalitas yang kompleks,
hiduplah dengan bijaksana agar kelak kita bertemu dengan-Nya.